Minggu, 04 Desember 2011

Manusia semakin hari seperti binatang


Sepertinya semakin hari prilaku manusia sekarang ini menunjukkan manusia sudah mulai kehilangan hati nurani dan agamanya. Yang terpikir dan terbayang dalam benak mereka hanyalah materi, kekuasaan, pengaruh, dan sebagainya. Akal dan pikiran semuanya diperas untuk mendapatkan uang, harta, dan berbagai bentuk kesenangan dunia. Ilmu pengetahuan yang dulunya idealis dalam tujuannya menjadikan manusia faham akan dirinya dan Tuhannya, kini menjadi sangat fragmatis digunakan manusia sebagai alat dan aset untuk tujuan komersial.

Belajar bertahun-tahun dari tingkat TK, SD, SMP, seterusnya sampai tingkat S3 kini tidak lagi untuk menuntut ilmu itu sendiri, melainkan untuk mendapatkan pengakuan dan gelar akademik yang akan membantunya dalam kenaikan gaji dan promosi jabatan. Suatu bidang ilmu tidak lagi didipilih dan dituntut karena pentingnya untuk memahami ilmu tersebut, tetapi sejauh mana ilmu tersebut menjadi aset yang berharga untuk dijual kelak.

Banyak orang tua yang mengarahkan anaknya untuk mengambil jurusan atau menggeluti bidang ilmu tertentu yang  nantinya berpotensi baik untuk karirnya nanti. Pemikiran dan didikan seperti ini menjadikan orang tua sedikit sekali bahkan tidak lagi memperhatikan aspek agama dan moral si anak. Maka apa yang terjadi? Jika anak ini nanti berhasil menjadi pengusaha, ia berpotensi besar menjadi pengusaha yang tidak jujur dan menipu konsumennya. Jika ia menjadi pejabat, ia pun sangat mungkin untuk melakukan korupsi karena sedari kecil ia sudah dididik untuk mengejar materi, materi, dan materi.

Seharusnya orang tua tidak boleh memuji anaknya pada saat mendapat nilai bagus saja, tetapi pujilah ia ketika ia berani jujur mengakui telah mengambil uang dari kantong Ayahnya. Ini sepele tapi sikap ini akan menjadikan anak ini faham bahwa jujur itu baik dan dihargai. Maka setelah ia dewasa pun ia akan menjadi orang yang bisa dipercaya dan bertanggungjawab, Nabi kita sendiri sejak ia kecil sudah mencontohkan pada kita sikap jujur ini hingga ia pun dijuluki al-Amien oleh orang-orang di sekitarnya.

Berbagai kasus hukum dan kejadian sosial di sekitar kita adalah potret buram dan pekatnya hati nurani manusia karena jauhnya mereka dari nilai-nilai agama. Sebagai contoh, banyak para pengacara yang dengan alasan tuntutan profesi membela kliennya mati-matian agar bebas dari segala tuntutan, sementara mereka yang seharusnya mendapatkan keadilan justru tidak pernah mendapatkan hak-haknya karena tidak mampu membayar pengacara.

"Keadilan adalah untuk orang berduit", asumsi publik ini adalah indikasi yang menunjukkan betapa hancurnya moral penegak hukum di Negara kita. Oknum tertentu dari para hakim, jaksa, atau pun pengacara tidak lagi mengggunakan ilmu mereka untuk menegakkan keadilan melainkan untuk menjual keadilan itu kepada yang mau membayar mereka.

Kenapa kasus-kasus besar seperti Bank Century atau kasus Cicak-Buaya yang melibatkan para pejabat serta penegak hukum sangat susah untuk dipecahkan? Kenapa kasus-kasus perdata dan pidana yang korbannya orang-orang miskin banyak yang akhirnya kalah di pengadilan atau bahkan tidak pernah sampai ke meja hijau? Hukum sudah seperti barang yang dijual oleh para penegaknya, keadilan hanya ada dan mudah didapat bagi  mereka yang mau dan mampu membayar.

Sudah saatnya kita kembali pada orientasi yang hakiki dari hidup ini, jika tidak manusia akan seperti binatang yang saling bunuh membunuh untuk mendapatkan kepuasan dan kekuasaan. Allah menyuruh kita untuk mengikuti al-Quran dan Sunnah Nabi agar kita tidak sesat dan senantiasa mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Nabi diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak, agar manusia hidup dalam keharmonisan, cinta, kasih sayang, dan solidaritas. Hal itu tidak mungkin terjadi jika diantara manusia masih ada yang tidak jujur, melepas tanggung jawab, tidak amanah, individualis, dan sebagainya.