Rabu, 07 Desember 2011

"Make something different, and you will be next King"

Oleh : Jauharil U.
Dalam hidup ini kita menemukan banyak sekali kompetisi-kompetisi yang harus dimenangkan. Tuntutan-tuntutan hidup secara tidak sadar membuat orang semakin cerdas dan kreatif dalam menyikapi hidup.

Kondisi seperti ini menciptakan pelajaran dan sumber inspirasi yang sangat banyak. Orang –orang besar dan sukses – menurut saya --  pasti lahir di sini. Karena setiap mereka tidak pernah benar-benar merasa di puncak. Setiap menit bahkan setiap detik sangat mungkin ada orang-orang baru yang lebih sukses dari dirinya. Kompetisi hidup tidak pernah selesai, setiap waktu, setiap detik, adalah waktu yang sangat luas untuk menjadi pemenang-pemenang baru. Bagi mereka yang ingin tetap di atas, maka itu berarti ia harus berlari sekuat-kuatnya ke puncak tanpa melihat ke belakang agar ia tidak merasa puas. Karena sejenak saja ia berpuas diri, ratusan bahkan ribuan orang mungkin telah mendahuluinya.

Inilah hidup yang indah, seru, dan yang pasti tidak akan pernah membosankan.

Saya melihat, kebanggaan bukanlah apa yang sudah mereka capai, tapi sejauh mana seseorang telah melampaui kesuksesan yang lainnya. Ya, karena semua orang ingin menadi raja, saya pun begitu.

Jika setiap orang terus bergerak dan maju, maka standar kesuksesan yang baru bagi generasi di belakangnya semakin tinggi, dan tinggi setiap waktu. Maka orang yang tidak sadar dengan perubahan standar ini lambat laun akan menjadi paling terbelakang dari yang lainnya.

Standar  sukses hidup ini adalah sumber inspirasi setiap orang. Sumber inspirasi ini menentukan sekuat apa ia dimotivasi untuk mencapai sukses. Jika standar sukses selalu berubah setiap waktu, tentu orang yang menjadikannya sumber inspirasi akan ikut tertinggal juga. Memang benar-benar sulit…

Dan saya berfikir jika kita selalu terinspirasi dan tidak mejadi inspirasi, tentu bagaimana pun kita akan selalu ada di belakang dan terlambat.

Cara yang paling mungkin untuk menjadi penguasa puncak hidup ini adalah dengan selalu meng-update inspirasi kita dengan standar terbaru kemudian mencapainya dengan secepat mungkin. Dengan begitu, kita akan mampu berlari bersama orang-orang dalam kompetisi-kompetisi tertinggi yang menciptakan standar sukses. Ya, dengan demikian kita akan menjadi sumber inspirasi bagi orang lain.

Tapi saya melihat mungkin hal itu adalah cara yang sulit dan panjang. Untuk menjadi sumber inspirasi bisa juga dengan menciptakan jalan baru yang tidak pernah dikenal orang, jalan yang original dari diri sendiri. Manusia adalah makhluk yang suka dengan hal-hal baru dan ingin menciptakan hal baru. Minimal—jika seseorang tidak mau berubah dengan hal-hal baru tersebut—cukuplah dengan rasa ingin tahunya tersebut, jalan baru tersebut akan ramai dan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.

Ya, untuk menjadi raja, jadikanlah dirimu inspirasi bagi orang lain maka anda akan menjadi raja baru bagi orang-orang yang mengkutimu.

Minggu, 04 Desember 2011

Manusia semakin hari seperti binatang


Sepertinya semakin hari prilaku manusia sekarang ini menunjukkan manusia sudah mulai kehilangan hati nurani dan agamanya. Yang terpikir dan terbayang dalam benak mereka hanyalah materi, kekuasaan, pengaruh, dan sebagainya. Akal dan pikiran semuanya diperas untuk mendapatkan uang, harta, dan berbagai bentuk kesenangan dunia. Ilmu pengetahuan yang dulunya idealis dalam tujuannya menjadikan manusia faham akan dirinya dan Tuhannya, kini menjadi sangat fragmatis digunakan manusia sebagai alat dan aset untuk tujuan komersial.

Belajar bertahun-tahun dari tingkat TK, SD, SMP, seterusnya sampai tingkat S3 kini tidak lagi untuk menuntut ilmu itu sendiri, melainkan untuk mendapatkan pengakuan dan gelar akademik yang akan membantunya dalam kenaikan gaji dan promosi jabatan. Suatu bidang ilmu tidak lagi didipilih dan dituntut karena pentingnya untuk memahami ilmu tersebut, tetapi sejauh mana ilmu tersebut menjadi aset yang berharga untuk dijual kelak.

Banyak orang tua yang mengarahkan anaknya untuk mengambil jurusan atau menggeluti bidang ilmu tertentu yang  nantinya berpotensi baik untuk karirnya nanti. Pemikiran dan didikan seperti ini menjadikan orang tua sedikit sekali bahkan tidak lagi memperhatikan aspek agama dan moral si anak. Maka apa yang terjadi? Jika anak ini nanti berhasil menjadi pengusaha, ia berpotensi besar menjadi pengusaha yang tidak jujur dan menipu konsumennya. Jika ia menjadi pejabat, ia pun sangat mungkin untuk melakukan korupsi karena sedari kecil ia sudah dididik untuk mengejar materi, materi, dan materi.

Seharusnya orang tua tidak boleh memuji anaknya pada saat mendapat nilai bagus saja, tetapi pujilah ia ketika ia berani jujur mengakui telah mengambil uang dari kantong Ayahnya. Ini sepele tapi sikap ini akan menjadikan anak ini faham bahwa jujur itu baik dan dihargai. Maka setelah ia dewasa pun ia akan menjadi orang yang bisa dipercaya dan bertanggungjawab, Nabi kita sendiri sejak ia kecil sudah mencontohkan pada kita sikap jujur ini hingga ia pun dijuluki al-Amien oleh orang-orang di sekitarnya.

Berbagai kasus hukum dan kejadian sosial di sekitar kita adalah potret buram dan pekatnya hati nurani manusia karena jauhnya mereka dari nilai-nilai agama. Sebagai contoh, banyak para pengacara yang dengan alasan tuntutan profesi membela kliennya mati-matian agar bebas dari segala tuntutan, sementara mereka yang seharusnya mendapatkan keadilan justru tidak pernah mendapatkan hak-haknya karena tidak mampu membayar pengacara.

"Keadilan adalah untuk orang berduit", asumsi publik ini adalah indikasi yang menunjukkan betapa hancurnya moral penegak hukum di Negara kita. Oknum tertentu dari para hakim, jaksa, atau pun pengacara tidak lagi mengggunakan ilmu mereka untuk menegakkan keadilan melainkan untuk menjual keadilan itu kepada yang mau membayar mereka.

Kenapa kasus-kasus besar seperti Bank Century atau kasus Cicak-Buaya yang melibatkan para pejabat serta penegak hukum sangat susah untuk dipecahkan? Kenapa kasus-kasus perdata dan pidana yang korbannya orang-orang miskin banyak yang akhirnya kalah di pengadilan atau bahkan tidak pernah sampai ke meja hijau? Hukum sudah seperti barang yang dijual oleh para penegaknya, keadilan hanya ada dan mudah didapat bagi  mereka yang mau dan mampu membayar.

Sudah saatnya kita kembali pada orientasi yang hakiki dari hidup ini, jika tidak manusia akan seperti binatang yang saling bunuh membunuh untuk mendapatkan kepuasan dan kekuasaan. Allah menyuruh kita untuk mengikuti al-Quran dan Sunnah Nabi agar kita tidak sesat dan senantiasa mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Nabi diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak, agar manusia hidup dalam keharmonisan, cinta, kasih sayang, dan solidaritas. Hal itu tidak mungkin terjadi jika diantara manusia masih ada yang tidak jujur, melepas tanggung jawab, tidak amanah, individualis, dan sebagainya.

"الصلاة على وقتها"




هذا هو الحديث الذى يتعلق بما نبحث اليوم يعنى هل كون الصلاة على وقتها من شيء واجب أم من جهة الأفضلية :
وعن " ابن مسعود " - رضي الله عنه - قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : { أفضل الأعمال الصلاة في أول وقتها } رواه الترمذي والحاكم وصححاه وأصله في الصحيحين ؛ عن أبي عمر والشيباني قال حدثني صاحب هذه الدار وأشار بيده إلى دار عبد الله بن مسعود قال : سألت رسول الله ص م : { أيّ الأعمال أحب إلى الله ؟ قال الصلاة على وقتها. قال ثم أيّ ؟ قال : بر الوالدين قال ثم أيّ ؟ قال الجهاد فى سبيل الله } قال حدثني بهن رسول الله ص م ولو استزدته لزادني. متفق عليه[1].
 أسباب وروده : هذا الحديث ورد على ابن مسعود بينما سأل النبىّ عن أحب الأعمال إلى الله ليبادر بها لعله يفوز بقسط وافر من فضل الله ورضاه، فقال الرسول : أحب الأعمال إلى الله ...إلخ.
بالنسبة لهذا الحديث كان فيه إختلاف فى روايته. وكان فى رواية أخرى "فى أول وقتها" ورواية "الصلاة لوقتها" وسر التعبير بعلى كما فى رواية الحديث، الإشارة إلى التمكن من دخول وقت الصلاة بحيث لا تؤدى المبادرة بها إلى إيقاعها قبل الوقت والتحقق من دخوله.
          قبل أن نعرف كيفية تأديّة الصلاة علينا أن نعرف أوقات الصلاة عند الفقهاء كما يلى:
أوقات الصلاة عند الفقهاء :
اتفقوا على أن وقت الظهر إذا زالت الشمس ، ولا يجوز أن يصلي قبل الزوال .
ثم اختلفوا في آخر وقت الظهر .
فقال الشافعي : قول واحد آخر وقتها إذا صار ظل كل شيء مثله غير الظل الذي يكون للشخص عند الزوال فإنه يطول ويقصر بحسب اختلاف الزمان ، وإذا صار كل شيء مثله، وزاد أدنى زيادة فقد خرج وقت الظهر ودخل وقت العصر ، فإذا صار ظل كل شيء مثليه، وزاد أدنى زيادة فهو آخر وقت العصر .
واختلف عن أبي حنيفة ، فروي عنه كمذهب الشافعي وأحمد ، وهو اختيار أبي يوسف وعنه رواية أخرى إذا صار ظل كل شيء مثليه وهو آخر وقت الظهر، فإذا زاد شيئا وجب العصر ، وروي عنه أن آخر وقتها إذا صار ظل كل شيء مثليه فبينهما وقت ليس من وقتهما، وآخر وقت العصر إصفرار الشمس .
وقال مالك : وقت الظهر المختار من أول زوال الشمس إلى أن يصير ظل كل شيء مثله .
فإذا صار ظل كل شيء مثله فهو آخر وقت الظهر المختار وهو بعينه أول وقت العصر المختار ، ويكون وقتا لهما ممتزجا بينهما ، فإذا زاد على المثل زيادة بينة خرج وقت الظهر المختار ، واختص الوقت بالعصر ولا يزال ممتدا إلى أن يصير ظل كل شيء مثليه وذلك آخر وقت العصر المختار ، وينتقل ما كان من الاختيار في الظهر إلى أن يبقى للغروب قدر خمس ركعات ، أربع للظهر وركعة للعصر ، فحينئذ يستويان في الضرورة وقوله : إذا صار ظل كل شيء مثله سواء في الأشخاص عند الزوال أيضا .
وقول أبي حنيفة ومالك : إذا صار كل شيء مثله أنهما أيضا يعتبران ذلك من وقت تناهي نقصانه وأخذ في الزيادة لا من أصله كما ذكرنا عن الشافعي وأحمد فهو اتفاق منهم .
واختلفوا في وقت المغرب .
فقال أبو حنيفة وأحمد : لها وقتان فأول وقتها إذا غابت الشمس وآخره حين يغيب الشفق .
وقال مالك في المشهور عنه والشافعي في أظهر قوليه : لها وقت واحد مضيق
مقدار آخر الفراغ منها .
وعن مالك رواية أخرى رواها عنه ابن وهب : أن لها وقتان .
واختلفوا في الشفق الذي يدخل وقت العشاء بغيبوبته .
فقال مالك والشافعي وأحمد : هو الحمرة .
وقال أبو حنيفة : هو البياض .
وأهل اللغة على القول الأول ، وقال الخليل والفراء وابن دريد : الشفق الحمرة .
وقال الفراء : سمعت بعض العرب يقول : وعليه ثوب مصبوغ كأنه الشفق وكان أحمر .
واختلفوا في آخر وقت العشاء المختار .
فقال الشافعي وأحمد في المشهور عنهما : إلى ثلث الليل . واختلف أصحاب أبي حنيفة فمنهم من قال : إلى قبل ثلث الليل، ومنهم من قال : إلى ثلث الليل، ومنهم من قال : إلى نصف الليل .
وهذا القول الآخر للشافعي والرواية عن أحمد .
وقال مالك : وقت الضرورة للمغرب والعشاء إلى قبل طلوع الفجر بمقدار أربع ركعات ، ثلاثة للمغرب وواحدة من العشاء ، وهو القول الآخر للشافعي والرواية الأخرى عن أحمد .
وقال الشافعي وأحمد : وقت العشاء الآخرة للضرورة إلى أن يطلع الفجر فمن أدرك من العشاء الآخرة ركعة قبل طلوع الفجر فقد أدركها .
وقال أبو حنيفة : وقت الجواز إلى أن يطلع الفجر .
واتفقوا على أن أول وقت الفجر طلوع الفجر الثاني المنتشر ولا ظلمة بعده ، وآخر وقتها المختار إلى أن يسفر[2] .

لأداء الصلاة في أوقاتها المذكورة أحكام أخرى من استحباب أو كراهة أو نحو ذلك مفصلة في المذاهب[3] :
          المالكية قالوا : أفضل أوله لقوله صلى الله عليه و سلم : " أول الوقت رضوان الله " . ولقوله صلى الله عليه و سلم : " أفضل الأعمال الصلاة في أول وقتها " فيندب تقديم الصلاة أول الوقت المختار بعد تحقيق دخوله مطلقا صيفا أو شتاء سواء كانت الصلاة صبحا أو ظهرا أو غيرهما . وسواء كان المصلي منفردا أو جماعة وليس المراد بتقديم الصلاة في أول الوقت المبادرة بها بحيث لا تؤخر أصلا وإنما المراد عدم تأخيرها عما يصدق عليه أنه أول الوقت فلا ينافيه ندب تقديم النوافل القبلية عليها ويندب تأخير صلاة الظهر لجماعة تنتظر غيرها حتى يبلغ ظل الشيء ربعه صيفا وشتاء ويزاد على ذلك في شدة الحر إلى نصف الظل
 الحنفية قالوا : يستحق الإبراد بصلاة الظهر بحيث يؤخر حتى تنكسر حدة الشمس ويظهر الظل للجدران ليسهل السير فيه إلى المساجد لقوله صلى الله عليه و سلم : " أبردوا بالظهر فإن شدة الحر من فيح جهنم " . أما الشتاء فالتعجيل في أول الوقت أفضل الا أن يكون بالسماء غيم فيكون الأفضل التأخير خشية وقوعها قبل وقتها والعمل في المساجد الآن على التعجيل أول الوقت شتاء وصيفا وينبغي متابعة إمام المسجد في ذلك لئلا تفوته صلاة الجماعة حتى ولو كان ذلك الإمام يترك المستحب.
 أما صلاة العصر فيستحب تأخيرها عن أول وقتها بحيث لا يؤخرها إلى تغيير قرص الشمس وإلا كان ذلك مكروها تحريما وهذا إذا لم يكن في السماء غيم فإن كان فإنه يستحب تعجيلها لئلا يدخل وقت الكراهة وهو لا يشعر وأما المغرب فيستحب تعجيلها في أول وقتها مطلقا لقوله صلى الله عليه و سلم : " إن أمتي لن يزالوا بخير ما لم يؤخروا المغرب إلى اشتباك النجوم مضاهاة لليهود " الا أنه يستحب تأخيرها قليلا في الغيم للتحقق من دخول وقتها : أما صلاة العشاء فإنه يستحب تأخيرها إلى قبل ثلث الليل لقوله صلى الله عليه و سلم : " لولا أن أشق على أمتي لأخرت العشاء إلى ثلث الليل أو نصفه " والأفضل متابعة الجماعة إن كان التأخير يفوتها وأما الفجر فإنه يستحب تأخير صلاته إلى الإسفار وهو ظهور الضوء بحيث يبقى على طلوع الشمس وقت يسع إعادتها بطهارة جديدة على الوجه المسنون لو ظهر فسادها لقوله صلى الله عليه و سلم : " أصفروا بالفجر فإنه أعظم للأجر " فأوقات الكراهة عند الحنفية خمسة : وقت طلوع الشمس وما قبل وقت الطلوع بزمن لا يسع الصلاة فإذا شرع في صلاة الصبح قبل طلوع الشمس ثم طلعت قبل الفراغ من صلاته بطلت الصلاة ووقت الاستواء ووقت غروب الشمس وما قبل وقت الغروب بعد صلاة العصر فإذا صلى العصر كره تحريما أن يصلي بعده أما قبل صلاة العصر بعد دخول وقته فإنه لا يكره أن يصلي غيره إلى أن تتغير الشمس بحيث لا تحار فيها العيون.
 الشافعية قالوا : إن أوقات الصلاة تنقسم إلى ثمانية أقسام : الأول : وقت الفضيلة وهو من أول الوقت إلى أن يمضي منه قدر ما يسع الاشتغال بأسبابها وما يطلب فيها ولأجلها ولو كمالا وقدر بثلاثة أرباع الساعة الفلكية وسمي بذلك لأن الصلاة فيه تكون أفضل من الصلاة فيما بعده وهذا القسم يوجد في جميع أوقات الصلوات الخمس الثاني : وقت الاختيار وهو من أول الوقت إلى أن يبقى منه قدر ما يسع الصلاة فالصلاة فيه تكون أفضل مما بعده وأدنى مما قبله وسمي اختياريا لرجحانه على ما بعده وينتهي هذا الوقت في الظهر متى بقي منه ما لا يسع الا الصلاة وفي العصر بصيرورة ظل كل شيء مثليه وفي المغرب بانتهاء وقت الفضيلة وفي العشاء بانتهاء الثلث الأول من الليل . وفي الصبح بالإسفار : الثالث وقت الجواز بلا كراهة وهو مساو لوقت الاختيار فحكمه كحكمه الا أنه في العصر يستمر إلى الاصفرار وفي العشاء يستمر إلى الفجر الكاذب وفي الفجر إلى الاحمرار الرابع : وقت الحرمة وهو آخر الوقت بحيث يبقى منه ما لا يسع كل الصلاة كما تقدم الخامس : وقت الضرورة وهو آخر الوقت لمن زال عنه مانع كحيض ونفاس وجنون ونحوها وقد بقي من الوقت ما يسع تكبيرة الإحرام فإن الصلاة تجب في ذمته ويطالب بقضائها بعد الوقت فإذا زال المانع في آخر الوقت بمقدار ما يسع تكبيرة الإحرام وجب قضاء الصلاة والتي قبلها إن كانت تجمع معها كالظهر والعصر أو المغرب والعشاء بشرط أن يستمر زوال المانع في الوقت الثاني زمنا يسع الطهارة والصلاة لصاحبة الوقت والطهارة والصلاة لما قبلها من الوقتين فإذا زال الحيض مثلا في آخر وقت العصر وجب عليها أن تصلي الظهر والعصر في وقت المغرب إذا كان زمن انقطاع المانع يسع الظهر والعصر وطهارتهما والمغرب وطهارتها السادس : وقت الإدراك وهو الوقت المحصور بين أول الوقت وطرو المانع كأن تحيض بعد زمن من الوقت يسع صلاتها وطهرها فإن الصلاة وجبت عليها وهي خالية من المانع فيجب عليها قضاؤها السابع : وقت العذر وهو وقت الجمع بين الظهر والعصر أو المغرب والعشاء تقديما أو تأخيرا في السفر مثلا : الثامن : وقت الجواز بكراهة وهو لا يكون في الظهر أما في العصر فمبدؤه بعد مضي ثلاثة أرباع ساعة فلكية إلى أن يبقى من الوقت ما يسع الصلاة كلها . وأما في العشاء فمبدؤه من الفجر الكاذب إلى أن يبقى من الوقت ما يسعها وأما في الفجر فمبدؤه من الإحمرار إلى أن يبقى من الوقت ما يسعها ويستثنى من إستحباب الصلاة في وقت الفضيلة أمور : منها صلاة الظهر في جهة حارة فإنه يندب تأخيرها عن وقت الفضيلة حتى يصير للحيطان ظل يمكن السير فيه لمن يريد صلاتها في جماعة أو في مسجد ولو منفردا إذا كان المسجد بعيدا لا يصل إليه في وقت الفضيلة الا بمشقة تذهب الخشوع أو كماله ومنها إنتظار الجماعة أو الوضوء لمن لم يجد ماء أول الوقت فإنه يندب له التأخير وقد يجب إخراج الصلاة عن وقتها بالمرة لخوف فوت حج أو إنفجار ميت أو إنقاذ غريق
 الحنابلة قالوا : إن الأفضل تعجيل صلاة الظهر في أول الوقت الا في ثلاثة أحوال : أحدها : أن يكون وقت حر فإنه يسن في هذه الحالة تأخير صلاته حتى ينكسر الحر سواء صلى في جماعة أو منفردا في المسجد أو في البيت ثانيها : أن يكون وقت غيم فيسن لمن يريد صلاته حال وجود الغيم في جماعة أن يؤخر صلاته إلى قرب وقت العصر ليخرج للوقتين معا خروجا واحدا ثالثها : أن يكون في الحج ويريد أن يرمي الجمرات فيسن له تأخير صلاة الظهر حتى يرمي الجمرات
 هذا إذا لم يكن وقت الجمعة أما الجمعة فيسن تقديمها في جميع الأحوال . وأما العصر فالأفضل تعجيل صلاته في أول الوقت الاختياري في جميع الأحوال : وأما المغرب فإن الأفضل تعجيلها الا في أمور : منها أن تكون في وقت غيم فإنه يسن في هذه الحالة لمن يريد صلاتها في جماعة . أن يؤخرها إلى قرب العشاء ليخرج لهما خروجا واحدا : ومنها أن يكون ممن يباح له جمع التأخير فإنه يؤخرها ليجمع بينها وبين العشاء إن كان الجمع أرفق به ومنها أن يكون في الحج وقصد المزدلفة قبل الغروب . فإن وصل إليها قبل الغروب صلاها في وقتها : وأما العشاء فالأفضل تأخير صلاتها حتى يمضي الثلث الأول من الليل ما لم تؤخر المغرب إليها عند جواز تأخيرها فإن الأفضل حينئذ تقديمها لتصلي مع المغرب في أول وقت العشاء ويكره تأخيرها إن شق على بعض المصلين فإن شق كان الأفضل تقديمها أيضا وأما الصبح فالأفضل تعجيلها في أول الوقت في جميع الأحوال.
          هذا وقد يجب تأخير الصلاة المكتوبة إلى أن يبقى من الوقت الجائز فعلها فيه قدر ما يسعها وذلك كما إذا أمره والده بالتأخير ليصلي به جماعة فإنه يجب عليه أن يؤخرها : أما إذا أمره بالتأخير لغير ذلك فإنه لا يؤخر والأفضل أيضا تأخير الصلوات لتناول طعام يشتاقه أو لصلاة كسوف أو نحو ذلك إذا أمن فوت الوقت.





الإستنباط :
بعد ما سبق من البيان، وجدنا من آراء الفقهاء أنّ تأدية الصلاة – من جهة التقديم أو التأخير- كانت على حسب الظروف والأحوال الممكنة على من يصلّيها لتحقيق الصلاة الوافرة وارتفاع الدرجة العالية عند الله، فالمثال : اتفقوا على أن الأفضل تأخير الظهر في شدة الحر، هذا لأنهم إعتبروا أن الصلاة فى شدة الحر يأدي إلى عدم الخشوع مع الحرارة. فعلينا أن نفهم أوقات الصلاة الفضيلة لعلنا نأدي كلا منها فى وجه أكمل عند الله...


[1] إبانة الأحكام – علوى عبّاس المكى 252/2
[2] اختلاف الأئمة العلماء- الوزير أبو المظفر يحيى بن محمد بن هبيرة الشيباني 82-87/1
[3] الفقه على المذاهب الأربعة-عبد الرحمن الجزيري 148-150/1

UPAYA HUKUM


Oleh : Jauharil U.

Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk melawan putusan hakim dengan tujuan untuk mencegah dan atau memperbaiki kekeliruan dalam putusan hakim tersebut, akibat adanya penemuan bukti-bukti atau fakta-fakta baru, dan barangkali salah satu pihak tidak puas dengan putusan dari seorang hakim. Oleh karena hakim adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, kekeliruan dan kekhilafan. Dengan demikian putusan yang dibuat oleh hakim untuk mengakhiri suatu sengketa berpotensi mengandung kesalahan maupun kedholiman.
Ada beberapa upaya hukum di dalam hukum acara peradilan agama antara lain :

A. VERZET
Verzet artinya perlawanan terhadap putusan verstek yang telah dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama), yang diajukan oleh tergugat yang diputus verstek tersebut, dalam waktu tertentu, yang diajukan ke Pengadilan Agama yang memutus itu juga. Bagi yang diputus verstek belum bisa mempergunakan upaya hukum banding sebelum ia mempergunakan dulu upaya hukum verzet.
Jika pada hari sidang pertama yang sudah ditentukan, tergugat tidak hadir, ia atau kuasa sahnya tidak menghadap, Pengadilan dapat sebelum mengambil keputusan, memanggil lagi tergugat untuk kedua kalinya, di kali sidang yang lain.
Jika tidak hadir juga setelah dipanggil dengan patut dimaksud, gugatan penggugat dikabulkan dengan verstek, kecuali kalau gugatan itu tidak bersandar hukum atau tidak beralasan hukum (ongegrond) [1].

B. BANDING
Banding yang disebut juga appel ialah permohonan pemeriksaan kembali terhadap putusan atau penetapan Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Agama) karena merasa tidak puas atas putusan atau penetapan tersebut ke Pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama) yang mewilayahi Pengadilan tingkat pertama yang bersangkutan, melalui Pengadilan tingkat pertama yang memutus tersebut, dalam tenggang waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu

Pemeriksaan Pada Tingkat Banding
Pada dasarnya pemeriksaan pada tingkat banding tidak bersifat langsung antara hakim dan para saksi-saksi sebagaimana yang dilakukan oleh pengadilan tingkat pertama. Pemeriksaan pada tingkat banding dilakukan dengan cara memeriksa berkas perkara. Menurut Yahya Harahap, pemeriksaan dengan cara memeriksa kembali berkas perkara merupakan hal yang rasional dan realistis. Sebab kalau pemeriksaan pada tingkat banding dilakukan secara langsung sebagaimana yang dilaksanakan pada pemeriksaan pengadilan tingkat pertama, maka sangat memberatkan pihak yang berperkara terutama bagi yang tidak mampu, juga sangat menghambat penyelesaian perkara karena semua yang terlibat dalam perkara tersebut harus diperiksa ulang satu per satu[2].

Pendaftaran Perkara Banding
  1. Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada meja/loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap permohonan banding
  2. Permohonan banding dapat diajukan di kepaniteraan pengadilan dalam waktu 14 hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan putusan.Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu,Minggu atau Hari Libur,maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.
  3. Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut di atas tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan panitera bahwa permohonan banding telah lampau.
  4. Panjar biaya banding dituangkan dalam SKUM,dengan peruntukan :
4.1   Biaya pencatatan pernyataan banding.
4.2 Biaya banding yang ditetapkan oleh ketua pengadilan tinggi ditambah biaya pengiriman ke Rekening pengadilan
4.3 Ongkos pengiriman berkas.
4.4 Biaya pemberitahuan (BP)
1. BP akta banding.
2. BP memori banding.
3. BP kontra memori banding.
4. BP untuk memeriksa berkas bagi pembanding.
5. BP untuk memeriksa berkas bagi terbanding.
6. BP putusan bagi pembanding.
7. BP putusan bagi terbanding.
  1. SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangka tiga :
5.1 lembar pertama untuk pemohon
5.2 lembar kedua untuk kasir
5.3 lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan.
  1. Menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM kepada yang pihak bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas pengadilan.
  2. Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani, membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM
  3. Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.
  4. Pernyataan banding dapat diterima panjar biaya perkara banding yang ditentukan dalam SKUM lunas oleh meja pertama telah dibayar lunas
  5. Apabila panjar biaya banding yang telah dibayar lunas maka Pengadilan wajib membuat akta pernyataan banding dan mencatat permohonan bending tersebut dalam register induk perkara perdata dan register permohonan banding.
  6. Permohonan banding dalam waktu tujuh hari kalender harus telah disampaikan kepada lawannya, tanpa perlu menunggu diterimanya memori banding.
  7. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat dalam buku register induk perkara perdata dan register permohonan banding, kemudian salinannya disampaikan kepada masing-masing lawannya dengan membuat relaas pemberitahuan atau penyerahannya.
  8. Sebelum berkas perkara banding dikirim ke pengadilan tinggi harus diberikan kesempatan kepada kedua belah untuk mempelajari/memeriksa berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam relaas.
  9. Dalam waktu tiga puluh hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke pengadilan tinggi.
  10. Biaya perkara banding untuk pengadilan tinggi harus disampaikan melalui bank pemerintah, kantor pos, dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim bersamaan dengan pengiriman berkas yang bersangkutan.
  11. Pencabutan permohonan banding diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang ditandatangani oleh pembanding (harus diketahui oleh principal apabila permohonan banding diajukan oleh kuasanya) dengan menyetakan akta Panitera.
  12. Pencabutan permohonan banding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera.

C. KASASI
Kasasi artinya mohon pembatalan terhadap putusan/penetapan Pengadilan tingkat Pertama (Pengadilan Agama) atau terhadap putusan Pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama) ke Mahkamah Agung di Jakarta, melalui Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) yang dahulunya memutus, karena adanya alasan tertentu, dalam waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.
Pemohon kasasi lawannya termohon kasasi. Upaya hukum kasasi baru bisa digunakan kalau sudah mempergunakan upaya hukum banding.
Syarat-syarat untuk mengajukan kasasi adalah :
1)      Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
2)      Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
3)      Putusan atau penetapan judex factie, menurut hukum dapat dimintakan kasasi.
4)      Membuat memori kasasi.
5)      Membayar panjar (uang muka) biaya kasasi.
6)      Menghada di kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan.
Berbeda dengan permohonan banding di mana pemohon banding tidak wajib membuat memori banding, memori kasasi merupakan syarat mutlak untuk dapat diterimanya permohonan kasasi[3].
            Adapun Mahkamah Agung RI sebagai pengadilan kasasi merupakan lembaga kekuasaaan kehakiman yang bertugas memeriksa terhadap putusan pengadilan di semua lingkungan peradilan atas alasan :
1.      Bahwa pengadilan tidak berwenang atau melampaui wewenangnya dalam menjatuhkan putusan,
2.      Bahwa pengadilan salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang dimintakan kasasi,
3.      Bahwa pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan undang-undang yang berlaku, atau tidak memenuhi prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Pemeriksaan Dalam Tingkat Kasasi
Sebagaimana pemeriksaan dalam tingkat pertama dan banding, pemeriksaan dalam tingkat kasasi juga harus dilaksanakan dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim, seorang hakim bertindak sebagai hakim ketua dan lainnya sebagai hakim anggota, serta dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti.
Pemeriksaan kasasi yang dilaksanakan oleh majelis sebagaimana tersebut di atas hanya memeriksa tentang hukumnya saja, tidak lagi memeriksa peristiwa dan pembuktian. Sehubungan dengan hal ini kedudukan risalah kasasi dan kontra risalah kasasi menjadi sangat penting bagi Mahkamah Agung RI dalam menentukan apakah hukum sudah diterapkan dengan benar atau tidak oleh hakim judex factie. Jika risalah kasasi tidak dibuat oleh pemohon kasasi, maka kasasi dianggap tidak ada, sebab tidak mempunyai alasan hukum[4].

Pendaftaran Perkara Kasasi
  1. Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada meja/loket pertama,yang menerima pendaftaran terhadap permohonan kasasi.
  2. Permohonan kasasi dapat diajukan di kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan pengadilan tinggi diberitahukan kepada para pihak.Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.
  3. Permohonan kasasi yang melampaui tenggang waktu tersebut di atas tidak dapat di terima dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan Penetapan Ketua Pengadilan ( Pasal 45 A UU No. 5/2004)
  4. Ketua Pengadilan Negeri menetapkan panjar biaya kasasi yang dituangkan dalam SKUM, yang diperuntukkan :
    • Biaya pencatatan pernyataan kasasi
    • Besarnya biaya kasasi yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung ditambah biayapengiriman melalui bank ke rekening Mahkamah Agung.
    • Biaya pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung.
    • Biaya pemberitahuan (BP) :
1.BP pernyataan kasasi.
2.BP memori kasasi.
3.BP kontra memori kasasi.
4.BP untuk memeriksa kelengkapan berkas (inzage) bagi pemohon
5.BPuntuk memeriksa kelengkapan berkas (inzage) bagi termohon.
6.BP amar putusan kasasi kepada pemohon.
7.BP amar putusan kasasi kepada termohon.
  1. SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangkap tiga :
5.1 lembar pertama untuk pemohon
5.2 lembar kedua untuk kasir.
5.3 lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas perkara.
  1. Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas pengadilan negeri.
  2. Pemegang kas setelah menerima pambayaran menandatangani dan membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.
  3. Pernyataan kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara kasasi yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.
  4. Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.
  5. Apabila panjar biaya kasasi telah dibayar lunas maka pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyatan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat parmohonan kasasi tersebut dalam register induk perkara perdata dan register permohonan kasasi.
  6. Permohonan kasasi dalam waktu 7 hari kalender harus telah disampaikan kepada pihak lawan.
  7. Memori kasasi harus telah diterima di kepaniteraan pangadilan negeri selambat-lambatnya 14 hari kalender terhitung sejak keesokan hari setelah pernyataan kasasi. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.
  8. Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan dalam waktu selambat-lambatnta 30 hari kalender salinan memori kasasi tersebut disampaikan kepada pihak lawan.
  9.  Kontra memori kasasi harus telah diterima di kepaniteraan pengadilan negeri selambat-lambatnya 14 hari kalender sesudah disampaikannya memori kasasi.
  10. Sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung harus diberikan kesempatan kepada kedua belah untuk mempelajari/memeriksa kelengkapan berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam akta.
  11. Dalam waktu 65 hari sejak permohonan kasasi diajukan,berkas kasasi berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung.
  12. Biaya permohonan kasasi untuk Mahkamah Agung harus dikirim oleh pemegang kas melalui Bank BRI Cabang Veteran – Jl. Veteran Raya No. 8 Jakarta Pusat; Rekening Nomor 31.46.0370.0 dan bukti pemgirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.
  1. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori kasasi harus dicatat dalam bukuregister induk perkara perdata dan register permohonan kasasi.
  2. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung wajib dikirim ke Mahkamah Agung.
  3. Pencabutan permohonan kasasi diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pemohon kasasi. Apabila pencabutan permohonan kasasi diajukan oleh kuasanya maka harus diketahui oleh prinsipal.
  4. Pencabutan permohonan kasasi harus segera dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan kasasi yang ditandatangani oleh Panitera.

D.    PENINJAUAN KEMBALI
Peninjauan kembali yang dimaksudkan adalah terhadap putusan/penetapan Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, atau terhadap keputusan pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama) yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, atau terhadap putusan Mahkamah Agung, karenanya sering disebut dipanjangkan menjadi “Peninjauan kembali terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.”
Peninjauan kembali dimaksudkan, diajukan ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) yang dahulunya memutus, dengan alasan dan syarat tertentu tetapi tidak terikat kepada waktu tertentu.

Alasan-alasan upaya hukum peninjauan kembali
Berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 jo. Pasal 67 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, alasan-alasan yang diperolehkan mengajukan hokum peninjauan kembali terhadap suatu perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah sebagai berikut :
1.      Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan atau bukti-bukti palsu. Kebohongan atau tipu muslihat itu diketahui setelah perkaranya diputus, sedangkan bukti palsu itu harus dinyatakan oleh hakim pidana dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2.      Apabila setelah perkara diputus ditemukan novum : maksudnya telah ditemukan surat-surat yang bersifat menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan.
3.      Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut dan lebih dari pada yang dituntut.
4.      Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
5.      Putusan bertentangan satu sama lain, apabila antara pihak-pihak yang mengenai suatu soal yang sama atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.
6.      Apabila dalam suatu putusan terdapat kekhilafan atau kekeliruan hakim yang nyata.
Pendaftaran Peninjauan Kembali
  1. Berkas perkara diserahkan kepada Panitera Muda Perdata sebagai petugas padameja/loket pertama,yang menerima pendaftaran terhadap permohonan peninjauan kembali.
    • Permohonan peninjauan kembali dapat diajuakan dalam waktu 180 hari kalender.
  2. Permohonan peninjauan kembali yang diajukan melampaui tenggang waktu, tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak perlu dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.
  3. Panjar biaya perkara peninjauan kembali dituangkan dalam SKUM, terdiri dari:
1)      Biaya perkara peninjaun kembali yang telah ditetapkan oleh Ketua Mahkamh Agung.
2)      Biaya pengiriman uang
3)      Biaya pengiriman berkas
4)      Biaya Pemberitahuan (BP) berupa :
1. BP pernyataan PK dan alasan PK.
2. BP penyampain salinan putusan kepada pemohon PK.
3. BP amar putusan kepada termohon PK.
  1. SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangkap tiga :
5.1. lembar pertama untuk pemohon.
5.2. lembar kedua untuk kasir.
5.3. lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohoan.
  1. Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas pengadilan negeri.
  2. Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani dan membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.
  3. Permohonan PK dapat diterima apabila panjar yang ditentukan dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar lunas.
  4. Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum pada SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.
  5. Apabila panjar biaya peninjauan kembali telah dibayar lunas maka pengadilan padahari itu juga wajib membuat akta pernyataan peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan penijauan kembali tersebut dalam register induk perkara perdata dan register peninjauan kembali
  6. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari panitera wajib memberitahukan tentang permohonan PK kepada pihak lawannya dengan memberikan/mengirimkan salinan permohonan peninjauan kembali beserta alasan-alasannya kepada pihak lawan.
  7. Jawaban atau tanggapan atas alasan peninjauan harus telah diterima di kepaniteraan pengadilan negeri selambat-lambatnya 30 hari sejak alasan PK disampaikan kepadanya.
  8. Jawaban/tanggapan atas alasan PK yang diterima kepaniteraan pengadilan negeri harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut.
  9. Dalam waktu 30 hari setelah menerima jawaban tersebut berkas peninjauan kembali berupa bundel A dan B harus dikirim ke Mahkamah Agung.
  10. Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pemohon peninjauan kembali. Apabila diajukan oleh kuasanya harus diketahui oleh prinsipal.
  11. Pencabutan permohonan peninjauan kembali harus segera dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera.

E.     DERDEN VERZET
Derden Verzet yaitu upaya pihak ketiga membela haknya karena barangnya disita yang pihak ketiga merasakan dirugikan.
Derden Verzet diatur pada Pasal ayat (6) HIR yang berbunyi :
"Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi penjalanan keputusan itu."
Menurut ayat (6) apabila timbul perlawanan terhadap keputusan itu, baik dari pihak lawan maupun dari fihak ketiga yang menyatakan bahwa barang-barang yang disita itu miliknya, maka perselisihan itu diperiksa dan diputus secara lazimnya oleh Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terhadap eksekusi keputusan itu[5].

Tata Cara Derden Verzet
  1. Pihak ketiga yang merasa dirugikan atas pelaksanakan sita, mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama yang mewilayahi objek sengketa.
  2. Membayar biaya perkara.




[1]  Roihan A. Rasyid, Upaya Hukum Terhadap Putusan Peradilan Agama, hal. 47
[2] Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah Dan Pasang Surut, hal. 292-293.
[3] Hj. Sulaikin Lubis dkk, Hukum Acara Perdata Peadilan Agama di Indonesia, hal. 178
[4]  Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah Dan Pasang Surut, hal. 305.
[5] HERZIEN INLANDSCH REGLEMENT (H.I.R)